MAHAKARTA

MAHAKARTA

Jumat, 21 November 2014

FOKUS GROUP DISCUSSION(FGD)



FOKUS GROUP DISCUSSION(FGD)
UMB-YOGYAKARTA



  


Disusun oleh :
SATUAN MANGGALA YUDHA
UMBY
Focus Group Discussion (FGD)
Istilah kelompok diskusi terarah atau dikenal sebagai Focus Group Discussion (FGD) saat ini sangat populer dan banyak digunakan sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian sosial. Pengambilan data kualitatif melalui FGD dikenal luas karena kelebihannya dalam memberikan kemudahan dan peluang bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan memahami persepsi, sikap, serta pengalaman yang dimiliki informan. FGD memungkinkan peneliti dan informan berdiskusi intensif dan tidak kaku dalam membahas isu-isu yang sangat spesifik. FGD juga memungkinkan  peneliti mengumpulkan informasi secara cepat dan konstruktif dari peserta yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Di samping itu, dinamika kelompok yang terjadi selama berlangsungnya proses diskusi seringkali memberikan informasi yang penting, menarik, bahkan kadang tidak terduga.
Hasil FGD tidak bisa dipakai untuk melakukan generalisasi karena FGD memang tidak bertujuan menggambarkan (representasi) suara masyarakat. Meski demikian, arti penting FGD bukan terletak pada hasil representasi populasi, tetapi pada kedalaman informasinya. Lewat FGD, peneliti bisa mengetahui alasan, motivasi, argumentasi atau dasar dari pendapat seseorang atau kelompok. FGD merupakan salah satu metode penelitian kualitatif yang secara teori mudah dijalankan, tetapi praktiknya membutuhkan ketrampilan teknis yang tinggi.
Tulisan ini merupakan panduan sederhana dalam menyelenggarakan FGD dengan menggabungkan pendekatan teoritis dan praktis. Pertama-tama akan diuraikan basis teoritis FGD, mulai dari penjelasan soal konsep FGD, teknik penentuan jumlah kelompok, tata ruang, membuat panduan diskusi, pelaksanaan, hingga analisis data dan penulisan laporan.
Pengertian FGD
FGD secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang dilakukan secara sistematis dan terarah mengenai suatu isu atau masalah tertentu. Irwanto (2006: 1-2) mendefinisikan FGD adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.
Sesuai namanya, pengertian Focus Group Discussion mengandung tiga kata kunci: a. Diskusi (bukan wawancara atau obrolan); b. Kelompok (bukan individual); c. Terfokus/Terarah (bukan bebas). Artinya, walaupun hakikatnya adalah sebuah diskusi, FGD tidak sama dengan wawancara, rapat, atau obrolan beberapa orang di kafe-kafe. FGD bukan pula sekadar kumpul-kumpul beberapa orang untuk membicarakan suatu hal. Banyak orang berpendapat bahwa FGD dilakukan untuk mencari solusi atau menyelesaikan masalah. Artinya, diskusi yang dilakukan ditujukan untuk mencapai kesepakatan tertentu mengenai suatu permasalahan yang dihadapi oleh para peserta, padahal aktivitas tersebut bukanlah FGD, melainkan rapat biasa. FGD berbeda dengan arena yang semata-mata digelar untuk mencari konsensus.
Sebagai alat penelitian, FGD dapat digunakan sebagai metode primer maupun sekunder. FGD berfungsi sebagai metode primer jika digunakan sebagai satu-satunya metode penelitian atau metode utama (selain metode lainnya) pengumpulan data dalam suatu penelitian. FGD sebagai metode penelitian sekunder umumnya digunakan untuk melengkapi riset yang bersifat kuantitatif dan atau sebagai salah satu teknik triangulasi. Dalam kaitan ini, baik berkedudukan sebagai metode primer atau sekunder, data yang diperoleh dari FGD adalah data kualitatif.
Di luar fungsinya sebagai metode penelitian ilmiah, Krueger & Casey (2000: 12-18) menyebutkan, FGD pada dasarnya juga dapat digunakan dalam berbagai ranah dan tujuan, misalnya (1) pengambilan keputusan, (2) needs assesment, (3) pengembangan produk atau program, (4) mengetahui kepuasan pelanggan, dan sebagainya.
Kapan FGD Harus Digunakan?
FGD harus dipertimbangkan untuk digunakan sebagai metode penelitian sosial jika:
  1. Peneliti ingin memperoleh informasi mendalam tentang tingkatan persepsi, sikap, dan pengalaman yang dimiliki informan.
  2. Peneliti ingin memahami lebih lanjut keragaman perspektif  di antara kelompok atau kategori masyarakat.
  3. Peneliti membutuhkan informasi tambahan berupa data kualitatif dari riset kuantitatif yang melibatkan persoalan masyarakat yang kompleks dan berimplikasi luas.
  4. Peneliti ingin memperoleh kepuasan dan nilai akurasi yang tinggi karena mendengar pendapat langsung dari subjek risetnya.
Kapan FGD Tidak Diperlukan?
FGD harus dipertimbangkan untuk tidak digunakan sebagai metode penelitian sosial jika:
  1. Peneliti ingin memperoleh konsensus dari masyarakat/peserta
  2. Peneliti ingin mengajarkan sesuatu kepada peserta
  3. Peneliti akan mengajukan pertanyaan “sensitif” yang tidak akan bisa di-share dalam sebuah forum bersama kecuali jika pertanyaan tersebut diajukan secara personal antara peneliti dan informan.
  4. Peneliti tidak dapat meyakinkan atau menjamin kerahasiaan diri informan yang berkategori “sensitif”.
  5. Metode lain dapat menghasilkan kualitas informasi yang lebih baik
  6. Metode lain yang lebih ekonomis dapat menghasilkan informasi yang sama.
Meskipun terlihat sederhana, menyelenggarakan suatu FGD yang hanya berlangsung 1 -3 jam, memerlukan persiapan, kemampuan, dan keahlian khusus. Ada prosedur dan standar tertentu yang harus diikuti agar hasilnya benar dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Mengapa FGD?
Irwanto (2006: 3- 6) mengemukakan tiga alasan perlunya melakukan FGD, yaitu alasan filosofis, metodologis, dan praktis.
  1. Alasan Filosofis
·         Pengetahuan yang diperoleh dalam menggunakan sumber informasi dari berbagai latar belakang pengalaman tertentu dalam sebuah proses diskusi, memberikan perspektif yang berbeda dibanding pengetahuan yang diperoleh dari komunikasi searah antara peneliti dengan responden.
·         Penelitian tidak selalu terpisah dengan aksi. Diskusi sebagai proses pertemuan antarpribadi sudah merupakan bentuk aksi .

  1. Alasan Metodologis
·         Adanya keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami dengan metode survei atau wawancara individu karena pendapat kelompok dinilai sangat penting.
·         Untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu relatif singkat.
·         FGD dinilai paling tepat dalam menggali permasalahan yang bersifat spesifik, khas, dan lokal. FGD yang melibatkan masyarakat setempat dipandang sebagai pendekatan yang paling sesuai.
  1. Alasan Praktis
Penelitian yang bersifat aksi membutuhkan perasaan memiliki dari objek yang diteliti- sehingga pada saat peneliti memberikan rekomendasi dan aksi, dengan mudah objek penelitian bersedia menerima rekomendasi tersebut. Partisipasi dalam FGD memberikan kesempatan bagi tumbuhnya kedekatan dan perasaan memiliki.
Menurut Koentjoro (2005: 7), kegunaan FGD di samping sebagai alat pengumpul data adalah sebagai alat untuk meyakinkan pengumpul data (peneliti) sekaligus alat re-check terhadap berbagai keterangan/informasi yang didapat melalui berbagai metode penelitian yang digunakan atau keterangan yang diperoleh sebelumnya, baik keterangan yang sejenis maupun yang bertentangan.
Dari berbagai keterangan di atas, dapat disimpulkan dalam kaitannya dengan penelitian, FGD berguna untuk:
a)      Memperoleh informasi yang banyak secara cepat;
b)      Mengidentifikasi dan menggali informasi mengenai kepercayaan, sikap dan perilaku  kelompok tertentu;
c)      Menghasilkan ide-ide untuk penelitian lebih mendalam; dan
d)     Cross-check data dari sumber lain atau dengan metode lain.

Persiapan dan Desain Rancangan FGD
Sebagai sebuah metode penelitian, pelaksanaan FGD memerlukan perencanaan matang dan tidak asal-asalan. Untuk diperlukan beberapa persiapan sebagai berikut: 1) Membentuk Tim; 2) Memilih Tempat dan Mengatur Tempat; 3) Menyiapkan Logistik; 4 Menentukan Jumlah Peserta; dan 5) Rekruitmen Peserta.

1) Membentuk Tim
Tim FGD umumnya mencakup:
  1. Moderator, yaitu fasilitator diskusi yang terlatih dan memahami masalah yang dibahas serta tujuan penelitian yang hendak dicapai (ketrampilan substantif), serta terampil mengelola diskusi (ketrampilan proses).
  2. Asisten Moderator/co-fasilitator, yaitu orang yang intensif mengamati jalannya FGD, dan ia membantu moderator mengenai: waktu, fokus diskusi (apakah tetap terarah atau keluar jalur), apakah masih ada pertanyaan penelitian yang belum terjawab, apakah ada peserta FGD yang terlalu pasif sehingga belum memperoleh kesempatan berpendapat.
  3. Pencatat Proses/Notulen, yaitu orang bertugas mencatat inti permasalahan yang didiskusikan serta dinamika kelompoknya. Umumnya dibantu dengan alat pencatatan berupa satu unit komputer atau laptop yang lebih fleksibel.
  4. Penghubung Peserta, yaitu orang yang mengenal (person, medan), menghubungi, dan memastikan partisipasi peserta. Biasanya disebut mitra kerja lokal di daerah penelitian.
  5. Penyedia Logistik, yaitu orang-orang yang membantu kelancaran FGD berkaitan dengan penyediaan transportasi, kebutuhan rehat, konsumsi, akomodasi (jika diperlukan), insentif (bisa uang atau barang/cinderamata), alat dokumentasi, dll.
  6. Dokumentasi, yaitu orang yang mendokumentasikan kegiatan dan dokumen FGD: memotret, merekam (audio/video), dan menjamin berjalannya alat-alat dokumentasi, terutama  perekam selama dan sesudah FGD berlangsung.
  7. Lain-lain jika diperlukan (tentatif), misalnya petugas antar-jemput, konsumsi, bloker (penjaga “keamanan” FGD, dari gangguan, misalnya anak kecil, preman, telepon yang selalu berdering, teman yang dibawa peserta, atasan yang datang mengawasi, dsb)
2) Memilih dan Mengatur Tempat
Pada prinsipnya, FGD dapat dilakukan di mana saja, namun seyogianya tempat FGD yang dipilih hendaknya merupakan tempat yang netral, nyaman, aman, tidak bising, berventilasi cukup, dan bebas dari gangguan yang diperkirakan bisa muncul (preman, pengamen, anak kecil, dsb). Selain itu tempat FGD juga harus memiliki ruang dan tempat duduk yang memadai (bisa lantai atau kursi). Posisi duduk peserta harus setengah atau tiga perempat lingkaran dengan posisi moderator sebagai fokusnya. Jika FGD dilakukan di sebuah ruang yang terdapat pintu masuk yang depannya ramai dilalui orang, maka hanya moderator yang boleh menghadap pintu tersebut, sehingga peserta tidak akan terganggu oleh berbagai “pemandangan” yang dapat dilihat diluar rumah.
Jika digambarkan, layout ruang diskusi dapat dilihat sebagai berikut:
http://bincangmedia.files.wordpress.com/2011/03/fgd.jpg?w=300&h=219
(Irwanto, 2006: 68)
3) Menyiapkan Logistik
Logistik adalah berbagai keperluan teknis yang dipelukan sebelum, selama, dan sesudah FGD terselenggara. Umumnya meliputi peralatan tulis (ATK), dokumentasi (audio/video), dan kebutuhan-kebutuhan peserta FGD: seperti transportasi; properti rehat: alat ibadah, konsumsi (makanan kecil dan atau makan utama); insentif; akomodasi (jika diperlukan); dan lain sebagainya.
Insentif dalam penyelenggaraan FGD adalah suatu hal yang wajar diberikan. Selain sebagai strategi untuk menarik minat peserta, pemberian insentif juga merupakan bentuk ungkapan terimakasih peneliti karena peserta FGD bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk mencurahkan pendapatnya dalam FGD. Jika perlu, sejak awal, dicantumkan dalam undangan mengenai intensif apa yang akan mereka peroleh jika datang dan aktif dalam FGD. Mengenai bentuk dan jumlahnya tentu disesuaikan dengan sumberdaya yang dimiliki peneliti. Umumnya insentif dapat berupa sejumlah uang atau souvenir (cinderamata).
4). Jumlah Peserta
Dalam FGD, jumlah perserta menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan. Menurut beberapa literatur tentang FGD (lihat misalnya Sawson, Manderson & Tallo, 1993; Irwanto, 2006; dan Morgan D.L, 1998) jumlah yang ideal adalah 7 -11 orang, namun ada juga yang menyarankan jumlah peserta FGD lebih kecil, yaitu 4-7 orang (Koentjoro, 2005: 7) atau 6-8 orang (Krueger & Casey, 2000: 4). Terlalu sedikit tidak memberikan variasi yang menarik, dan terlalu banyak akan mengurangi kesempatan masing-masing peserta untuk memberikan sumbangan pikiran yang mendalam. Jumlah peserta dapat dikurangi atau ditambah tergantung dari tujuan penelitian dan fasilitas yang ada.
5). Rekruitmen Peserta: Homogen atau Heterogen?
Tekait dengan homogenitas atau heterogenitas peserta FGD, Irwanto (2006: 75-76) mengemukakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Pemilihan derajat homogenitas atau heterogenitas peserta harus sesuai dengan  tujuan awal diadakannya FGD.
  2. Pertimbangan persoalan homogenitas atau heterogenitas ini melibatkan variabel tertentu yang diupayakan untuk heterogen atau homogen. Variabel sosio-ekonomi atau gender boleh heterogen, tetapi peserta itu harus memahami atau mengalami masalah yang didiskusikan. Dalam mempelajari persoalan makro seperti krisis ekonomi atau bencana alam besar, FGD dapat dilakukan dengan peserta yang bervariasi latar belakang sosial ekonominya, tetapi dalam persoalan spesifik, seperti perkosaan atau diskriminasi, sebaiknya peserta lebih homogen.
  3. Secara mendasar harus disadari bahwa semakin homogen sebenarnya semakin tidak perlu diadakan FGD karena dengan mewawancarai satu orang saja juga akan diperoleh hasil yang sama atau relatif sama.
  4. Semakin heterogen semakin sulit untuk menganalisis hasil FGD karena variasinya terlalu besar.
  5. Homogenitas-heterogenitas tergantung dari beberapa aspek. Jika jenis kelamin, status sosial ekonomi, latar belakang agama homogen, tetapi dalam melaksanakan usaha kecil heterogen, maka kelompok tersebut masih dapat berjalan dengan baik dan FGD masih dianggap perlu.
  6. Pertimbangan utama dalam menentukan homogenitas-heterogenitas adalah ciri-ciri mana yang harus/boleh/tidak boleh heterogen dan ciri-ciri mana yang harus/boleh/tidak boleh homogen.
Menyusun Pertanyaan  FGD
Kunci dalam membuat panduan diskusi yang terarah adalah membuat pertanyaan-pertanyaan kunci sebagai panduan diskusi. Untuk mengembangkan pertanyaan FGD, lakukan hal-hal berikut:
-          Baca lagi tujuan penelitian
-          Baca lagi tujuan FGD
-          Pahami jenis informasi seperti apa yang ingin Anda dapatkan dari FGD
-          Bagaimana Anda akan menggunakan informasi tersebut
-          Tulis pertanyaan umum ke khusus. Sebaiknya jangan lebih dari 5 (lima) pertanyaan inti.
-          Rumuskan pertanyaan dalam bahasa yang sederhana dan jelas. Hindari konsep besar yang kabur maknanya.
-          Uji pertanyaan-pertanyaan tersebut pada teman-teman dalam tim Anda.
Berbeda dengan wawancara, dalam FGD moderator tidaklah selalu bertanya. Bahkan semestinya tugas moderator bukan bertanya, melainkan mengemukakan suatu permasalahan, kasus, atau kejadian sebagai bahan pancingan diskusi. Dalam prosesnya memang ia sering bertanya, namun itu dilakukan hanya sebagai ketrampilan mengelola diskusi agar tidak didominasi oleh sebagian peserta atau agar diskusi tidak macet (Irwanto, 2006: 2)
Pelaksanaan FGD
Keberhasilan pelaksanaan FGD sangat ditentukan oleh kecakapan moderator sebagai “Sang Sutradara”. Peran Moderator dalam FGD dapat dilihat dari aktivitas utamanya, baik yang bersifat pokok (secara prosedural pasti dilakukan) maupun yang tentatif (hanya diperlukan jika memang situasi menghendaki demikian). Peran-peran  tersebut adalah (a) membuka FGD, (b) meminta klarifikasi, (c) melakukan refleksi, (d) memotivasi, (e) probing (penggalian lebih dalam), (f) melakukan blocking dan distribusi (mencegah ada peserta yang dominan dan memberi kesempatan yang lain untuk bersuara), (g) reframing, (h) refokus, (i) melerai perdebatan, (j) memanfaatkan jeda (pause), (k) menegosiasi waktu, dan (l) menutup FGD.
Dalam pelaksanaan FGD, kunci utama agar proses diskusi berjalan baik adalah permulaan. Untuk membuat suasana akrab, cair, namun tetap terarah, tugas awal moderator terkait dengan permulaan diskusi yaitu (1) mengucapkan selamat datang, (2) memaparkan singkat topik yang akan dibahas (overview), (3) membacakan aturan umum diskusi untuk disepakati bersama (atau hal-hal lain yang akan membuat diskusi berjalan mulus), dan (4) mengajukan pertanyaan pertama sebagai panduan awal diskusi. Untuk itu usahakan, baik pertanyaan maupun respon dari jawaban pertama tidak terlalu bertele-tele karena akan menjadi acuan bagi efisisensi proses diskusi tersebut.

Analisis Data dan Penyusunan Laporan FGD
Analisis data dan Penulisan Laporan FGD adalah tahap akhir dari kerja keras peneliti. Langkah-langkahnya dapat ditempuh sebagai berikut:
1.  Mendengarkan atau melihat kembali rekaman FGD
2.  Tulis kembali hasil rekaman secara utuh (membuat transkrip/verbatim)
3.  Baca kembali hasil transkrip
4.  Cari mana masalah-masalah (topik-topik) yang menonjol dan berulang-ulang muncul dalam transkrip, lalu kelompokan menurut masalah atau topik. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan oleh dua orang yang berbeda untuk mengurangi “bias” dan “subjektifitas”. Pengkategorian bisa juga dilakukan dengan mengikuti Topik-topik dan subtopik dalam Panduan diskusi. Jangan lupa merujuk catatan yang dibuat selama proses FGD berlangsung.
5.  Karena berhubungan dengan kelompok, data-data yang muncul dalam FGD biasanya mencakup:
a. Konsensus
b. Perbedaan Pendapat
c. Pengalaman yang Berbeda
d. Ide-ide inovatif yang muncul, dan sebagainya.
6. Buat koding dari hasil transkripsi menurut pengelompokan masalah/topik, misalnya  tentang Permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja dibuat kode:
Kode 1 untuk perilaku seks remaja
Bisa dipecah lagi menjadi:
Kode 1a : aturan/nilai-nilai menyangkut perilaku seks remaja
Kode 1b : pengalaman seksual

Kode 2 untuk masalah kesehatan reproduksi remaja,
Bisa dipecah lagi:
Kode 2a : masalah tiadanya informasi kesehatan reproduksi
Kode 2b : masalah tidak adanya pelayanan untuk remaja, dst
Kode 3 untuk kebutuhan remaja
Menurut Irwanto (2006: 82-86), dalam melakukan analisis FGD, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
  1. Periksa dahulu, apakah tujuan FGD tercapai—antara lain terlihat dari jumlah pertanyaan yang ditanyakan (dieksekusi) apakah sesuai dengan rencana awal?
  2. Adakah perubahan dalam tujuan FGD yang terjadi karena input dari peserta?
  3. Identifikasi masalah utama yang dikemukakan oleh peserta. Untuk itu perhatikan tema sentral dalam TOR FGD.
  4. Adakah variasi peserta dalam persoalan utama ini? Bagaimana variasinya? Mengapa? (Perbedaan-perbedaan yang muncul tersebut ada yang sangat ekstrim sampai yang hanya berbeda sedikit saja. Jika perbedaan ini timbul, keduanya harus disajikan dalam laporan.
  5. Selain persoalan utama itu, adakah persoalan lain (tema-tema lain) yang muncul dalam diskusi? Apa saja? Mana yang relevan dengan tujuan FGD?
  6. Buatlah suatu kerangka prioritas dari persoalan-persoalan yang muncul. Dengan melihat sumber daya peneliti dan stakeholders, pilihlah masalah-masalah apakah dapat diselesaikan dapat diselsaikan dalam jangka waktu pendek atau panjang. Selain itu coba dipilih persoalan yang tidak kunung selesai, misalnya yang menyangkut perubahan apda tingkat makro (terutama struktur ekonomi dan politik).
  7. Lakukan koding sesuai dengan faktor-faktor yang dikehendaki.
Setelah pekerjaan di atas selesai, baru hasilnya dituliskan atau dilaporkan dengan cara berikut:
  1. Tuliskan topik-topik/masalah-masalah yang ditemukan dari hasil FGD. Setelah itu tuliskan juga “kutipan-kutipan langsung” (apa kata orang yang berdiskusi) mengenai masalah tersebut
  2. Bahas topik-topik atau masalah-masalah yang diungkapkan bersama tim peneliti. Lakukan topik demi topik, sampai semua topik/masalah penting selesai dilaporkan dan dibahas.
Tidak boleh dilupakan, keseluruhan laporan FGD harus memuat poin-poin berikut ini: (a) identitas subjek (untuk kasus tertentu diperlukan deskripsi subjek, bisa ditulis dalam lampiran); (b) tujuan FGD; (c) bentuk FGD; (d) waktu FGD; (e) tempat berlangsungnya FGD; (f) alat bantu dalam FGD; (g) berapa kali dilakukan FGD; (h) tema-tema atau temuan penting dalam FGD, (i) kendala-kendala selama proses FGD; (j) pemahaman-pemaknaan FGD; dan (k) pembahasan hasil FGD.


Catatan Penting:
  1. Perlu diingat bahwa jika dalam sebuah wawancara pribadi, peneliti dihadapkan pada data individual—bukan sebuah proses kelompok—maka dalam FGD peneliti akan memperoleh data individu sekaligus kelompok.
  2. Semua pekerjaan, mulai dari mengumpulkan data, membahas hasil, mencari topik yang penting dalam transkrip, membahas kembali topik-topik itu, sampai menuliskan laporan harus dilakukan dengan tim atau paling tidak berpasangan untuk menghindari pendapat subjektif pribadi. Bila dilakukan dalam tim maka laporan bisa mendekati keutuhan karena berbagai pandangan saling melengkapi.

[1] Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia, peneliti di Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) dan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MEDIA)Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar